Rabu, 03 Maret 2010
Miscommunication, Sumber Kesalahan Sidang Paripurna Century
Sidang Paripurna pada tanggal 2 Maret 2010 kemarin menimbulkan pertanyaan besar, kenapa sampai terjadi konflik baik itu di internal ruang rapat hingga di luar gedung rapat. Perbuatan tersebut seharusnya tidak terjadi mengingat para anggota DPR sebagai figur public, seorang yang memiliki etika dan moral yang baik, kemampuan intelektual yang bagus sehingga diberi amanah oleh rakyat untuk mewakilkan aspirasinya di Gedung DPR. Dalam insiden tersebut, telah mencoreng kembali dewan rakyat yang dulu dikenal sebagai dewan terhormat. Kenapa saya katakan “dulu” bukan sekarang sebab menurut saya, kata terhormat hanya pantas bagi seseorang yang memang memberikan tauladan yang baik kepada masyarakat. Kembali ke masalah awal, Keputusan sepihak Marzuki Ali membuat sebagian anggota DPR mengamuk, suasana rapat menjadi kacau, terlihat salah satu anggota DPR melemparkan botol air minuman ke meja ketua DPR tersebut dan pecahlah keributan dalam sidang Paripurna tersebut. Melihat pertikaian tersebut, saya berpandangan tidak ada bedanya anggota dewan terhormat dengan sesorang yang tidak terpelajar. Penyebab utama dalam sidang tersebut adalah sebuah kesalahan dalam berkomunikasi yang dilakukan oleh Ketua DPR, Marzuki Ali. Dalam sebuah rapat, para peserta rapat diperbolehkan untuk menyampaikan aspirasinya, namun tindakan tersebut tidak dilakukan oleh Marzuki Ali. Beliau menutup sidang tersebut secara sepihak dan beralih bahwa tidak ada agenda lagi dalam rapat tersebut. Pernyataan tersebut jelas tidak sesuai dengan kenyataan yang ada jika sudah tidak ada agenda lagi, maka rapat tersebut sudah mencapai kesepakatan bersama. Dalam ilmu komunikasi, komunikasi akan menghasikan sebuah kesatuan makna, yaitu persepsi makna yang sama. Jelas dalam persidangan tersebut tidak tercapainya komunikasi. Kesalahan dalam berkomunikasi akan mengakibatkan persepsi yang berbeda dari berbagai pihak, Ketua Sidang dalam hal ini mengaggap bahwa sidang telah selesai namun para anggota rapat sidang tersebut belum mencapai kesepakatan bersama. Sehingga, persepsi yang berbeda tersebut mengakibtkan misbehavior, yaitu tindakan yang salah dengan perbuatan tidak terhormat bertikai di dalam ruang sidang Paripurna, sedangkan Sidang Parpurna merupakan sidang istimewa dan terhormat namun kali ini kembali tercoreng dengan perbuatan dewan “terhormat” yang tidak terhormat. Dalam kasus ini, komunikasi seharusnya bisa berjalan dengan baik jika seandainya Pimpinan memberikan kesempatan anggotanya untuk menyampaikan aspirasinya sehingga dalam hal ini terjadi two ways communication (komunikasi dua arah), sehingga akan tercipta hal yang terbaik dalam mengambil sebuah kesepakatan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar